PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK DI KANTOR KELURAHAN MUJA MUJU

Sampah merupakan masalah di Kota Yogyakarta.  Untuk mengolah sampah secara benar, diperlukan manajemen pengolahan sampah terpadu,yang diawali dengan proses pemilahan sampah. Ada 3 kelompok pemilahan sampah perkotaan berdasarkan cara penanganan atau pengolahannya, yakni (1) kelompok sampah an-organik (logam, kaca, keramik, dan lain-lain), (2) kelompok sampah organik yang sulit membusuk (plastik, kayu, kertas, kain, kulit, dan lain-lain), dan (3) kelompok sampah organik yang cepat membusuk (sisa makanan, buah-buahan, sayur-sayuran, kotoran, minuman, dan lain-lain). Proses pengolahan untuk masing-masing kelompok sampah tersebut di atas berbeda satu sama lain. Kelompok sampah an-organik biasanya diolah dengan cara daur ulang atau digunakan sebagai bahan baku untuk produk-produk olahan/kreatif. Untuk kelompok sampah organik yang sulit terurai, sebagian ada yang di daur ulang, sebagian ada yang diolah menjadi bahan bakar, dan sebagian lagi ada juga yang dijadikan bahan baku untuk produk-produk olahan/kreatif. Sementara, kelompok sampah organik yang cepat membusuk biasanya didekomposisi secara an-aerob menjadi pupuk organik (kompos) atau dibiarkan saja membusuk di tempat pembuangan akhir sampah. Proses pengolahan sampah secara anorganik atau semi anorganik pada TPA cenderung menghasilkan gas rumah kaca (gas CH4) yang dampaknya terhadap pemanasan global 25 kali lebih besar dibandingkan gas CO2. Untuk kelompok sampah organik yang cepat membusuk, penanganannya harus dilakukan secara cepat, bila tidak, sampah organik jenis ini akan membusuk di tempat penumpukannya. Tidak jarang, sampah jenis ini sudah membusuk di tempat pembuangan sampah sementara, yang ada di rumah-rumah, di pasar, atau di perkantoran, yang cenderung menimbulkan bau yang tidak sedap dan berpotensi menjadi sumber penyakit. Belakangan ini, para peneliti telah berhasil memfasilitasi proses pembusukan sampah organik secara aerob menggunakan larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly (BSF)). Proses pengolahan sampah menggunakan larva BSF ini dilaporkan mampu mengurangi berat sampah hingga 85%. Saat ini, teknologi pengolahan sampah organik menggunakan larva BSF sudah berkembang dengan pesat. Selain mudah dan murah, proses pengolahan sampah menggunakan larva BSF dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi, dimana larva dewasa atau yang dikenal dengan sebutan maggot, yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah tersebut dapat dijadikan sebagai pakan ternak karena memiliki kandungan protein tinggi. Kandungan protein maggot dilaporkan 30 – 60% dari berat basahnya , sehingga berpotensi menjadi pakan ikan dan ayam. Di samping itu, sisa (residu) sampah yang tidak terkonsumsi oleh larva, yang dinamakan kasgot, berpotensi digunakan sebagai pupuk organik atau campuran media tanam.

Kelurahan Muja Muju mencoba mempelajari penanganan sampah organik dengan larva BSF, yang hasilnya digunakan untuk budidaya ikan lele. PT. SGM menyumbang 5 buah IBC tank yang digunakan untuk media budidaya lele. Diharapkan penggunaan larva BSF ini dapat menjadi salah satu solusi penanganan sampah di Kota Yogyakarta